Newsletter

Advokat Belum Maksimal Tegakkan HAM

Gugatan para aktivis Republik Maluku Selatan (RMS) di Pengadilan Den Haag, Belanda sempat menghebohkan masyarakat Indonesia. Bukan hanya karena gugatan itu membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunda kedatangannya ke Belanda, tetapi gugatan tersebut juga seolah-olah membuka borok penanganan HAM di Indonesia.

Jhonson Pandjaitan, salah seorang advokat yang menjadi pengacara aktivis RMS ini, menilai langkah itu sebagai upaya advokat dalam berperan melindungi HAM. Sebagai orang yang paham mekanisme hukum, advokat tentu bisa menerapkan ilmu dan keahliannya untuk menyalurkan persoalan HAM yang tersumbat melalui forum hukum yang tersedia.

“Salah satunya, ya menggunakan forum hukum internasional. Masalah HAM ini lintas negara, jadi kita bisa menggugat pemerintah Indonesia dimana saja. Ini bukan soal nasionalisme atau tidak,” tegas Jhonson dalam diskusi publik penegakan HAM di Universitas Trisakti, Jakarta, Jumat (10/12).

Sayangnya, secara garis besar, keterlibatan advokat selaku penegak hukum –sebagaimana disebut dalam UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat- dalam isu-isu pelanggaran HAM masih minim. Hal ini diakui oleh Sekretaris Jenderal DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Hasanuddin Nasution. “Advokat memang belum maksimal,” ujarnya.

Hasanuddin mengatakan profesi advokat belum benar-benar disetarakan dengan penegak hukum yang lain seperti polisi atau jaksa. “Ini terbukti dengan masih adanya advokat yang dikeluarkan dari pengadilan atau saat pendampingan klien di tingkat kepolisian,” tuturnya. Ia berharap ke depannya resistensi dari penegak hukum lain tidak terlalu tinggi terkait pengakuan advokat sebagai salah satu penegak hukum.

Bila resistensi itu berkurang, lanjut Hasanuddin, ia sangat yakin advokat akan bisa berbuat lebih banyak dalam penegakan HAM di Indonesia. “Advokat itu sebenarnya leading sector dalam penegakan HAM,” ujarnya. Ia menegaskan komitmen untuk menegakkan HAM di kalangan advokat tidak pernah berubah.

Apalagi, Peradi juga telah mendirikan Pusat Bantuan Hukum (PBH Peradi) yang menyalurkan perkara-perkara pro bono ke anggota Peradi. Hasanuddin menambahkan sampai saat ini memang belum ada perkara pelanggaran HAM yang masuk ke PBH Peradi. “Bila ada perkara HAM yang masuk, tentu akan kami tangani dengan baik,” ujarnya.

Ia berharap instrumen PBH Peradi ini dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat yang tidak mampu. “Mungkin perlu lebih disosialisasikan ke masyarakat bahwa Peradi memiliki instrumen PBH ini,” tuturnya. Hasanuddin juga menilai PBH Peradi akan semakin dikenal oleh masyarakat bila nantinya terbukti mampu menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. 

Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal Nur Kholis mengakui peran advokat dalam menegakkan HAM memang sangat strategis. Namun, ia mengaku tak bisa berharap banyak saat ini. Ia meminta agar para advokat memiliki komitmen tinggi untuk tidak terlibat dalam mafia peradilan. “Itu saja dulu,” ujarnya.

Nur Kholis mengatakan perlu dihadirkan advokat-advokat yang berpraktik secara bersih. “Ini perlu menjadi bahan refleksi para rekan-rekan advokat,” tuturnya. Ia berharap badan pengawas advokat bisa bekerja membersihkan advokat-advokat nakal terlebih dahulu, baru kemudian berbicara penegakan HAM.

Meski begitu, berdasarkan data yang dimiliki Komnas HAM, kiprah para advokat di Komnas HAM sebenarnya tidak terlalu buruk. Berdasarkan rekap jumlah pengadu di Komnas HAM pada 2008, advokat atau penasehat hukum menduduki posisi empat besar dalam kategori pengadu pelanggaran HAM di Komnas HAM.

Setidaknya ada 436 advokat yang melaporkan kasus pelanggaran HAM pada 2008 atau 11 persen dari jumlah total pengadu sebanyak 4142 pihak. Individu menduduki posisi pertama dengan jumlah total pengadu 1826 orang (44 persen), diususul oleh LSM yang berjumlah 871 pengadu (21 persen) dan kelompok masyarakat sebanyak 491 pihak (12 persen).

“Itu data yang kami pegang. Mungkin bisa menjadi bahan acuan untuk menilai sejauhmana peran advokat dalam penanganan perkara HAM,” pungkas Nur Kholis kepada hukumonline


sumber http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d029a5b8a59c/advokat-belum-maksimal-tegakkan-ham
image

Pikiran Membentuk Diri Kita

Pikiran masa lalu menghasilkan pengalaman sekarang, pikiran sekarang menjadi pengalaman masa yang akan datang. Jadi kendalikanlah cara berpikirmu sekarang, agar mendapat pengalaman yang bermanfaat.

Semua yang kita pikirkan, pada umumnya secara sadar atau tidak sadar, terungkap dalam perkataan yang kita ucapkan dan perbuatan yang kita lakukan. Perkataan dan perbuatan ini memberikan dampak bagi kehidupan kita mendatang, sehingga menjadi suatu pengalaman yang berharga.

Pikiran kita pada masa lalu, telah terwujudkan dalam perkataan dan perbuatan kita, dan menghasilkan pengalaman, baik yang positif maupun negatif, yang membentuk diri kita sekarang ini. Demikian juga dengan pikiran kita pada masa sekarang akan membentuk diri kita pada masa mendatang. Karena itu pikiran kita perlu dikendalikan dan diisi dengan berbagai hal positif, agar menghasilkan pengalaman positif dan bermanfaat sehingga membentuk diri kita yang lebih baik pada masa mendatang.

Pengalaman merupakan guru yang baik, kita perlu mengevaluasi pengalaman positif dan merekayasa pikiran kita agar menghasilkan pengalaman positif lain yang lebih dahsyat. Sedangkan pengalaman negatif, kita cari pikiran yang menyebabkannya, dan kemudian jangan mengulangi lagi cara berpikir seperti itu

* Dominikus Agus Goenawan *
image